Friday, January 27, 2012

Tuntut Fasilitas Publik

Belasan perwakilan masyarakat Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman menemui Gubernur DIY di kompleks Kepatihan, kemarin.
Warga korban erupsi Merapi 2010 ini menuntut pembangunan fasilitas publik. Carik Desa Glagaharjo, Agralno mengatakan, warga yang datang merupakan perwakilan dari pedukuhan Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul, dan Srunen. Dia menilai pemerintah berlindung di balik UU Nomor 24/ 2007 tentang Bencana dan UU Nomor 26/ 2007 tentang Tata Ruang agar tidak membangun fasilitas publik di Desa Glagaharjo.
Kebijakan UU tersebut membuat pemerintah tidak berani membangun sarana dan prasarana. Padahal, warga di sekitar lokasi ini sudah sepakat menolak direlokasi. Tak hanya itu, roda ekonomi warga sudah banyak yang bangkit kembali.
Produksi susu sudah mendekati kondisi sebelum erupsi. Begitu pula dengan pertanian. Warga sudah melakukan pembangunan secara swadaya. Mereka bisa mengakses listrik dan juga air bersih. Bangunan SD juga sudah direnovasi. Kenyataannya, para tenaga pendidik dilarang datang. Mereka hanya mau mengajar di SD dekat shelter Srunen.
Padahal jaraknya mencapai 7 kilometer. Akibat kondisi ini, banyak anak yang tidak sekolah. Bagi yang kehidupannya masih belum stabil,mereka harus menghitung ongkos transportasi untuk mengantar dan menjemput.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X berharap masyarakat bersama dinas terkait membuat kesepakatan. Titik temu yang tertuang dalam living harmony ini nantinya dibawa ke pusat. Termasuk dilaporkan kepada Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Agung Laksono untuk menindaklanjutinya.
Permasalahan di Glagaharjo bukan hanya dirasakan oleh masyarakat sekitar, tapi juga oleh Pemprov DIY. Jika harus direlokasi, pemerintah juga wajib melakukan fasilitasi. Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta Suparlan yang mendampingi masyarakat berharap pemerintah pusat harus membuat rumusan bagi masyarakat di daerah rawan bencana.
Misalnya, membuat amandemen terhadap UU yang ada. Saat ini UU hanya menangani rumusan daerah rawan bencana versi pemerintah, tanpa mengungkapkan pengurangan risiko bencana.
Pemprov harus berani membuat usulan dan pencerahan terhadap penataan ruang kawasan rawan bencana. Aspirasi masyarakat harus diakomodasi agar bisa ada kesepakatan. Walhi siap memfasilitasi dialog antara kedua belah pihak.

No comments:

Post a Comment